Senin, 05 Mei 2014

Pemodelan spektroskopi UV



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI
PEMODELAN SPEKTROSKOPI UV
Oleh :
Nama                      : Izzul Abid
NIM                          : 10/302220/PA/13409
Hari, tanggal           : Jumat, 11 April 2014
Nama Asisten        : Gani Purwiandono

AUSTRIAN-INDONESIAN CENTRE FOR COMPUTATIONAL CHEMISTRY
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2014

PERCOBAAN V
PEMODELAN SPEKTROSKOPI UV
I.     Tujuan
     Analisis spektra UV senyawa dengan metode semiempiris
II.   Landasan Teori
Prinsip kerja alat spektrofotometer uv-vis yaitu sinar dan sumber radiasi diteruskan menuju monokromator. Cahaya dari monokromator diarahkan terpisah melalui sampel dengan sebuah cermin berotasi. Detektor menerima cahaya dari sampel secara bergantian dan berulang. Sinyal dari detektor diubah dalam bentuk listrik sehingga dapat ditampilkan hasilnya. Spektroskopi ini digunakan untuk cairan berwarna sehingga sampel yang akan diidentifikasi harus diubah dalam bentuk senyawa kompleks. Rentang sinar spektrofotometer uv-vis terjadi pada panjang gelombang 292-651 nm pada daerah uv dan visible. Berdasarkan persamaan lambert-beer diperoleh :
A = a x b x c                     A : absorbansi                       a : absorptivitas molar
                                          b : tebal sel                            c : konsentrasi
                                                                                          (sastrohamidjojo, 1985)
            Apabila suatu aldehida diolah dengan basa seperti NaOH dalam air, ion enolat yang terjadi dapat bereaksi dengan gugus karbonil dari molekul aldehida yang lain. Hasilnya adalah adisi satu molekul aldehida ke molekul aldehida lain. Reaksi ini disebut reaksi kondensasi aldol. Kata ‘aldol’ diturunkan dari aldehida dan alkohol. Reaksi kondensasi adalah reaksi dimana dua molekul atau lebih bergabung menjadi satu molekul yang lebih besar, dengan atau tanpa hilangnya suatu molekul kecil (seperti air). Contohnya adalah senyawa dibenzalaseton yang merupakan reaksi antara aseton dan benzaldehida (Fessenden, 1986).
            Dibezalaseton dapat dibuat dengan menggunakan benzaldehida dengan aseton. Gugus karbonil yang reaktif akan bereaksi dengan ion aseton yang telah mengalami deprotonasi akibat adanya basa. Anion ini akan menyerang dibenzalaseton dan akan membentuk β-hidroksi keton. Selanjutnya basa yang digunakan berlebih akan mendehidrasi air dari molekul keton sehingga dapat dihasilkan mono atau dibenzal aseton
http://t0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcT_EkDkupcxeK6pLgdydF92nM0VflvaokxethA20LGL44vqw45C                    (Arsyad, 2001)


III.  Hasil dan Pembahasan

3.1 Hasil
Gugus (R)
λ maksimum (PM3)
λ maksimum (ZINDO/S)
-H
346.66
322.09
-OH
278.21
322.82
-OCH3
278.76
324.19
-NO2
310.84
376.66
-COOH
345.28
318.25
-NH2
304.53
334.58
-COOCH3
345.09
318.36

3.2  Pembahasan
            Berdasarkan data yang telah diperoleh dengan perhitungan kimia komputasi λ maksimum menunjukkan peningkatan seiring dengan sifat kepolaran substituen. Namun peningkatan yang terjadi tidak seluruhnya sesuai, karena ada beberapa anomali dalam peningkatan nilai dari λ maksimum yaitu pada NH2 dan COOCH3 dengan metode PM3. Pada substituen tersebut ditunjukkan bahwa sifat kepolaran COOH lebih tinggi daripada NH2 dan COOCH3.
            Sedangkan pada metode ZINDO/S, terjadi anomali pada nilai λ maksimum dari COOH, NH2 dan COOCH3. Pada data tersebut, ketiga substituen ini peningkatannya bersifat fluktuatif, sehingga dengan metode ini kita tidak bisa menganggap bahwa NO2 lebih polar dari ketiga substituen tersebut.
            Jika kedua data dari metode tersebut dibandingkan, maka hasilnya hampir tidak ada yang mirip karena memang masing-masing metode tersebut memiliki fungsi berbeda, meskipun keduanya bisa digunakan untuk identifikasi spektroskopi suatu senyawa. Metode PM3 dirancang untuk memproduksi panas pembentukan  dan struktur dari sejumlah besar molekul organik. Sedangkan metode ZINDO/S yang juga melibatkan perhitungan CI dirancang khusus untuk spektroskopi karena cukup baik untuk memprediksi keadaan transisi elektronik dalam daerah spektra UV/Vis.
            Kromofor adalah atom atau gugusan atom yang menyerap cahaya baik itu menghasilkan warna atau tidak. Terdapat fenomena pergeseran λ dalam spektroskopi uv ini, yaitu pergeseran serapan maksimum ke arah λ yang lebih panjang (batokromik) yang disebabkan terikatnya suatu gugusan atom yang dapat memperpanjang konjugasi pada kromofor yang disebut ausokrom, biasanya subtituen ini adalah yang mempunyai pasangan elektron bebas seperti OH, NH3 dan SH.  Pergeseran serapan maksimum ke arah λ yang lebih pendek yang disebabkan perubahan pelarut atau substituen yang sifatnya semakin polar.
            Biasanya larutan uji untuk spektroskopi UV ini harus sangat encer (c ≤ 0,1 mol/L). Jika suatu molekul ternyata senyawa yang pekat, maka yang dipantulkan / yang dihamburkan / yang diserap besar sementara sinar yang diteruskan akan kecil karena habis terserap oleh molekul yang secara termodinamis besar. Tentunya ukuran molekul yang besar sangat dipengaruhi oleh substituen yang berbeda-beda baik dari sifat maupun ukurannya.
            Absorpsi UV-Vis dapat mengakibatkan terjadinya transisi elektronik, yaitu promosi elektron elektron dari orbital keadaan dasar  yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300 kkal/mol.
Berikut skema transisi elektron :
Pada senyawa dibenzalaseton ini ternyata hanya membutuhkan energi rendah untuk mempromosikan sebuah elektron π.  Hal ini dikarenakan terdapat selisih yang sangat sedikit antara HOMO (orbital molekul terhuni tertinggi) dan LUMO (orbital molekul terhuni terendah), sehingga hampir semua elektron dapat tereksitasi ke tingkat HOMO.
            Berikut ini adalah reaksi pembentukan dibenzalaseton yang berasal dari benzaldehida dan aseton :
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitmzMNtfy3D0UlVhN1aVFzbGj11pEYz2kkaRt2doEGsHkdiic0qdByJL4umPnLZkQDWrARPHfPqwNlHj7iNpcx1N4DmOubJO2HituYpZMGiRXWz1a_F68xprlTM8cKofyeYpXvTCFZBY68/s320/mekanisme6.PNG
dan mekanisme dari reaksi diatas adalah sebagai berikut.
            Sintesis dimulai oleh           penggunaan basa kuat untuk menghasilkan ion            enolat asetonAir (tidak ditunjukkan) dibentuk pada produk. Posisi kesetimbangan reaksi ini lebih disukai pada pembentukan aseton, dan jumlah             enolat aseton dibentuk lebih sedikit bagaimanapun enolat bersifat nukleofilik
http://www2.volstate.edu/chem/2020/labs/aldol-1.gif
Menjadi nukleofil yang kuat, enolat menyerang gugus karbonil benzaldehida dan membentuk ion B-karbonik alkoksisdaIon alkoksida ini memisahkan proton dari air untuk membentuk beta hidroksi keton. Natrium hidroksida memisahkan H-alfa asam lainnya untuk membentuk karbanion stabilPasangan elektron pada karbon digunakan untuk mengeliminiasi ion hidroksi, membentuk a alpha-beta keton tak jenuh pada langkah yang tak dapat diubah.   Contohnya pada mekanisme E1CB.   Catatan pada reaksi ini, alkohol intermediet didehidrasi pada kondisi basa, tidak seperti dehidrasi alkohol pada umumnya, yang  menggunakan mekanisme E1 pada kondisi asam.   Mekanisme E1CB is mungkin dibuat oleh adanya gugus karbonil, yang menstabilkan karbanion intermediet.
http://www2.volstate.edu/chem/2020/labs/aldol-2.gif
Sejak keton baru dibentuk masih memiliki hidrogen alfa, dengan begitu masih bisa menjalankan reaksi kondesasi dengan enolat yang sama pada mol kedua benzaldehida untuk menghasilkan produk akhir:
http://www2.volstate.edu/chem/2020/labs/aldol-3.GIF
IV.   Kesimpulan
-       Pergeseran nilai λ maksimum dipengaruhi oleh substituen yang ada pada dibezalaseton
-       Semakin besar senyawa/molekul yang dianalisis dengan spektroskopi UV/VIS, maka pergeseran λ maksimum semakin besar.

V.    Daftar Pustaka
-       Arsyad, M. Natsir,2001,Kamus Lengkap Kimia,Gramedia:Jakarta
-       R.J.Fessenden, J.S. Fessenden/A. Hadyana Pudjaatmaka,1986,Kimia Organik, terjemahan dari Organic Chemistry,3rd Edition,Erlangga:Jakarta
-       Sastrohamidjojo, H.1985.Spektroskopi.Liberty:Yogyakarta





















LAMPIRAN
1.    Struktur dibenzalaseton

2.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen OH









3.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen OCH3

4.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen NO2










5.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen COOH

6.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen NH2











7.    Struktur dibenzalaseton dengan substituen COOCH3

Tegangan cincin pada sikloalkana dan sikloalkena



LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KOMPUTASI
TEGANGAN CINCIN PADA SIKLOALKANA DAN SIKLOALKENA

Oleh   :
Nama                : Izzul Abid
NIM                   : 10/302220/PA/13409
Hari, tanggal   : Jumat, 28 Maret 2014
Nama Asisten : Gani Purwiandono

AUSTRIAN-INDONESIAN CENTRE FOR COMPUTATIONAL CHEMISTRY
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GAJAH MADA
2014
PERCOBAAN III
TEGANGAN CINCIN PADA SIKLOALKANA DAN SIKLOALKENA
I.     Tujuan
      Menentukan tegangan cincin dalam sikloalkana dan sikloalkena dengan perhitungan semi empiris AM1.
II.   Landasan Teori
            Alkana merupakan senyawa kelompok hidrokarbon paling sederhana yang hanya mengandung karbon dan hidrogen. Rumus dari senyawa alkana ada CnH2n+2. Contoh senyawa alkana adalah metana (CH4), etana (C2H6), propana (C3H8), butana (C4H10), pentana (C5H12), dan heksana (C6H12) (Arsyad, 2001).
            Sikloalkana merupakan salah satu tipe alkana yang mempunyai satu atau lebih cincin atom karbon pada struktur kimia molekulnya. Bentuk sikloalkana adalah cincin tertutup (alisiklik dan mempunyai ikatan tunggal (jenuh). Rumus umum sikloalkana adalah CnH2n dimana n adalah jumlah atom C. Sedangkan rumus sikloalkana dengan jumlah cincin adalah CnH2(n+1+g) dimana n adalah jumlah atom C dan g adalah jumlah cincin dalam molekul. Berikut ini adalah bentuk geometris dari berbagai macam senyawa sikloalkana.
http://htmlimg2.scribdassets.com/6g82if05og3lvb0v/images/7-e0a35a2f87.jpg
(Fessenden, 1986)
http://daddysunsek.com/wp-content/uploads/2013/02/Alkena.jpg
(Fessenden, 1986)
                  Kestabilan (ketidakreaktifan) sikloalkana pada mulanya dijelaskan dengan “teori regangan baeyer”. Menurutnya, senyawa siklik seperti sikloalkana membentuk cincin – cincin datar kecuali siklopentana semua senyawa siklik menderita terikan (tegang karena tidak leluasa), karena sudut ikatan mereka menyimpang dari sudut tetrahedral 109.5o. Karena sudut cincin yang luar biasa kecil, maka siklopropana dan siklobutana lebih reaktif daripada alkana rantai terbuka. Sedangkan siklopentana merupakan sistem cincin yang paling stabil karena sudut ikatannya paling dekat dengan sudut tetrahedral Siklo heksana ternyata bukan merupakan cincin datar dengan sudut ikatan 120o melainkan suatu cincin yang agak terlipat dengan sudut ikatan 109o, yang berarti hampir sama dengan sudut tetrahedal
(Fessenden, 1986).
                  Pada senyawa sikloalkana yang bersifat alisiklik dikenal 3 macam tegangan :
·         Tegangan sudut karena sudut dalam lingkar berbeda 109,5o (sudut antara 2 tangan valensi pada atom C)
·         Tegangan karena ada penolakan antara atom-atom H yang letaknya berdekatan dan berhadapan
·         Tegangan karena ada penolakan antara atom-atom C yang letaknya berdekatan dan berhadapan. Ini tterdapat pada lingkaran besar (Morrison dan Boyd, 1992)

III.  Hasil dan Pembahasan
A.   Hasil
Molekul
ΔHfo Single point
ΔHfo teroptimasi
Panjang ikatan C=C
Siklopropana
-804.679420
-807.6188

Siklobutana
-1100.099671
-1101.5230

Siklopentana
-1399.329594
-1399.6647

Sikloheksana
-1683.542236
-1689.3466

Sikloheptana
-1938.117705
-1963.5794

Propana
-950.675707
-953.8936

Butana
-1231.673799
-1235.8903

Pentana
-1512.666408
-1513.8703

Heksana
-1793.659402
-1794.8525

Heptana
-2074.651783
-2076.0139

Cis-Sikloheptena
-1820.799215
-1822.7867
1.33819
Trans-Sikloheptena
-1796.769303
-1796.9211
1.35127


Molekul
Panjang ikatan C-C
Sudut ikatan C-C-C
Sudut dihedral HCCH
Siklopropana
1.50113
60.0001
4.7016e-009
Siklobutana
1.54322
90
126.891
Siklopentana
1.52213
4.67366
19.7506
Sikloheksana
1.51524
55.3114
61.9862
Sikloheptana
1.51268
45.2736
45.6597
Propana
1.50733
111.84
58.5186
Butana
1.50645
111.556
58.6537
Pentana
1.50671
111.445
58.636
Heksana
1.50673
111.44
61.3932
Heptana
1.50694
111.471
58.6276
Cis-Sikloheptena
1.48341
114.036
55.581
Trans-Sikloheptena
1.48136
119.875
79.0373



B.   Pembahasan
Sikloalkana
ΔHoreaksi
Energi kekangan literatur
Siklopropana
Siklobutana
Siklopentana
Sikloheksana
Sikloheptana
-807.6188
-1101.5230
-1399.6647
-1689.3466
-1963.5794
115
109
27
0
27

            Jika melihat data diatas maka sangat jelas adanya perbedaan nilainya dan menyimpang sangat jauh. Hal ini bisa terjadi karena saat menggunakan metode komputasi molekul sikloalkana diatas hanya digambar saja tanpa mempedulikan keadaan lingkungan. Sedangkan pada energi kekangan yang diperoleh dari literatur, nilai-nilai tersebut diperoleh secara eksperimen dengan memperhatikan keadaan lingkungan saat melakukan eksperimen.
            Hal ini dapat dijelaskan dengan teori baeyer, dimana sikloalkana dianggap cincin-cincin datar. Semua cincin-cincin datar tersebut mengalami kekangan karena sudut ikatan mereka yang menyimpang dari 109.5o terkecuali siklopentana sebab mempunyai sudut yang mendekati sudut tetrahedral (109.5o) sehingga cincin-cincin datar yang menyimpang tersebut akan lebih mudah putus terutama siklopropana yang mempunyai reaktivitas paling besar sebab sudutnya sangat menyimpang dari sudut tetrahedral
            Pada siklopropana terdapat 3 (tiga) ikatan CH eklip.dengan kekangan torsinya sebesar 4.7016e-009 o dan kekangan sudutnya sebesar 60.0001o. Jika melihat ΔHoreaksi setelah siklopropana dioptimasi, diperoleh energi kekangan totalnya sebesar 807.6188 kkal/mol.
            Selain perbedaan energi tegangan cincin yang sangat besar, terjadi pula perbedaan pada sudut dihedralnya. Sudut dihedral yang dihasilkan berasal dari sudut dihedral terkecil dari ikatan H-C1-C2-H dengan H pada posisi trans. Secara teori, nilai dari sudut dihedral akan menurun seiring dengan semakin banyaknya atom C dan H di dalamnya yang menandakan bahwa atom yang berikatan dalam suatu molekul tersebut dapat menyesuaikan diri. Akan tetapi, dari data yang diperoleh dengan metode komputasi ini, justru terjadi ketidakteraturan data yang mungkin disebabkan masing-masing molekul yang digambar tersebut tidak memiliki kesamaan dalam ukuran sehingga nilai sudut dihedral akan kecil jika ukuran molekul yang digambar kecil, begitu pula sebaliknya.
            Namun, hal sebaliknya justru terjadi pada perubahan tingkat energi pada alkana yang teratur

Hal ini terjadi karena rumus umum dari alkana yang bisa disederhanakan menjadi H3C(CH2)nCH3. Pemanjangan alkana hanya menambah CH2 yang baru, tanpa terjadi tegangan cincin seperti sikloalkana dan akan mendekati linier.
            Selanjutnya yang bisa teramati ialah pada perbedaan entalpi pembentukan yang sangat besar pada cis-Sikloheptena dan trans-sikloheptena. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tegangan cincin yang besar pada kedua senyawa tersebut. Cincin trans-sikloheptena mengalami tegangan yang sangat besar daripada cis-Sikloheptena. Terbukti dengan tidak adanya trans-sikloheptena yang terbentuk pada suhu kamar. Perbedaan ERS yang besar ini mengakibatkan energi pembentukan trans-sikloheptena menjadi jauh lebih tinggi daripada cis-sikloheptena.

IV. Kesimpulan
      Tegangan cincin pada sikloalkana sangat dipengaruhi dengan penataan sudut dan ikatan pada molekul tersebut




V.   Daftar Pustaka
-       Arsyad, M. Natsir,2001,Kamus Lengkap Kimia,Gramedia:Jakarta
-       R.J.Fessenden, J.S. Fessenden/A. Hadyana Pudjaatmaka,1986,Kimia Organik, terjemahan dari Organic Chemistry,3rd Edition,Erlangga:Jakarta
-       Morrison, R.T. dan Boyd, R. N.,1992,Organic Chemistry,Sixth Edition,New York : Prentice Hal Inc.

























Siklopropana                                                                        Siklobutana








Siklopentana                                                             Sikloheksana







Sikloheptana                                                             Propana









 
                                                                             






Butana                                                                       Pentana
                                                                             






Heksana                                                                    Heptana








Cis-sikloheptena                                                      Trans-sikloheptena